Loading Post...

You have reached the bottom. Let’s shuffle the article!

Post Not Found

Sedang Berlangsung – Gelombang Kopi Keempat

 In Coffee Conversation

Photo: Ricky Vernandes Setiady

Read in English

RODNEY GLICK

Definisi: ‘Gelombang Keempat’ adalah ‘Gelombang Ketiga’ yang terjadi di negara penanam kopi.

Dari konsumsi masif kopi Robusta yang tidak diketahui asalnya, sampai kopi spesial Arabika yang diketahui dari tempat tertentu, Gelombang Kopi Keempat tengah melanda kita semua. Para penanam kopi kini menikmati “origin”.

Selain negara-negara pengonsumsi, negara penanam kopi kini mulai bereksperimen dengan kopi. Pengetahuan lokal, jaringan regional dan peningkatan daya beli telah mengubah pasar kopi dunia dengan cara-cara baru yang belum pernah ada sebelumnya. Melalui proses penanaman, pengolahan, penyangraian, dan penyeduhan kopi yang dibekali pemahaman yang mendalam akan asal-usulnya, negara-negara penanam kopi mendapatkan peluang untuk mengenalkan rasa-rasa yang baru ke pasar dunia.

Cara mengolah kopi yang berkembang pesat di seantero Amerika Tengah, Asia Tenggara dan Afrika, menjadi penggerak trend di negara-negara berkembang lainnya (“Global South”). Bertumbuhnya pengolahan skala kecil, penyangraian specialty coffee, kafe-kafe dengan kopi single origin, desain produk yang berani, dan juga pertumbuhan kelas menengah menandai perubahan ini.

Menurut definisi Gelombang Kopi oleh Trish Rothgeb, kita tengah berada di Gelombang Ketiga, yaitu ketika sumber biji kopi dikenali bukan dari negara mana, tetapi dari perkebunan mana; ketika tujuan penyangraian bukan untuk menutupi, tetapi untuk mengeluarkan karakter unik tiap jenis kopi; dan ketika rasa menjadi bersih, khas, dan murni.

Bila Gelombang Kopi Ketiga terjadi di negara-negara pengonsumsi kopi, Gelombang Kopi Keempat merupakan ciri khas ‘Gelombang Ketiga’ yang tengah terjadi di negara penanam kopi, sekarang ini. Dalam kata lain, Gelombang Kopi Keempat berpusat di negara-negara penanam kopi.

Photo: Ricky Vernandes Setiady

Pengamatan Rothgeb terhadap ‘Gelombang Kopi’ berasal dari cara pandang negara Barat, yang menikmati kopi namun tidak menanamnya, tentang trend kopi dunia. Di sisi lain, konsumen di negara penanam kopi memiliki sejarah Gelombang Kopinya sendiri yang jauh berbeda dari yang dimiliki negara Barat. Kopi adalah buah, obat, dan selalu bersifat politis. Ratusan tahun penjajahan, kemiskinan, perang saudara, kekuasaan diktator, dan penindasan, merupakan sejarah yang tak terdengar dan jelas tidak dibahas dalam dialog-dialog Gelombang Ketiga.

Photo: Rodney Glick

Negara-negara penanam kopi yang berada di antara Garis Balik Utara* dan Garis Balik Selatan** kini menikmati specialty coffee mereka sendiri, kopi yang telah sejak lama diekspor – yang terbaik. Segala pengetahuan dan tata cara Gelombang Ketiga yang terjadi di negara-negara seperti Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang selama berpuluh- puluh tahun kini diadaptasi, diterapkan, dan dinikmati di negara-negara yang menghasilkan kopi.

Pasar specialty coffee di negara penanam kini menikmati kopi yang diolah dengan kualitas tinggi, yang disangrai secara kreatif oleh penyangrai lokal, dan diseduh oleh barista lokal yang berpengalaman. Fokus Gelombang Ketiga, yaitu pada peningkatan produksi pertanian, tengah membentuk Gelombang Keempat.

Gelombang Kopi Keempat tengah terjadi saat ini – namun tidak di negara-negara penikmat kopi Gelombang Ketiga. Pasar-pasar Gelombang Ketiga tidak menanam atau mengolah kopi yang dinikmatinya. Mereka bisa jadi pernah bertemu dengan petani kopi dan berjabat tangan dengannya, pernah berfoto di depan gerbang perkebunan kopi, namun tidak tinggal di negara tempat penanaman dan pengolahan berlangsung. Kunjungan ke perkebunan mungkin merupakan cara mereka memberikan asal-usul pada kopi di pasar mereka sendiri, karena memang tidak ada jalan lain; negara-negara penikmat kopi Gelombang Ketiga tidak menghasilkan kopi, kecuali Taiwan dan, bagi
sebagian besar dunia, Taiwan bukanlah negara.

Photo: Rodney Glick

Negara-negara penikmat kopi berlokasi jauh dari asal-usul kopinya. Penanaman, pengolahan, penyangraian, dan penyeduhan kopi di tempat asalnya, tempat kopi tersebut dihasilkan, merupakan unsur-unsur yang mendorong peralihan dari Gelombang Ketiga ke Gelombang Keempat.

Kelas menengah yang tumbuh di negara-negara seperti Brazil, Panama, Kenya, dan Indonesia, kini mengalihkan perhatian mereka pada kualitas hasil agrikulturnya sendiri, terutama kopi. Ini akan terjadi di negara mana pun, ketika cukup banyak orang memiliki pendapatan yang bisa dibelanjakan untuk hal-hal selain kebutuhan utama keluarga mereka.

Gelombang Kopi Keempat menyelinap dari belakang para pelaku Gelombang Kopi Ketiga. Selagi mereka disibukkan dalam menyempurnakan teknik dan teknologi mereka, para pelaku kopi di negara-negara penanam kopi belajar dengan giat; mempelajari gerak-geriknya, mendengarkan dan mengumpulkan uang untuk mulai menanam dan mengolah kopi berkualitas tinggi. Kini, kopi yang mereka olah dan sangrai diutamakan untuk pasar domestik, bukan untuk ekspor. Gelombang Keempat mengubah dinamika pasar, beralih dari pembeli luar negeri, dan mempertahankan kopi berkualitas ekspor di pasar lokal.

Pelanggan pun menuntut minuman berkualitas tinggi dari hasil pertanian negaranya sendiri. Kini ada kelas menengah yang terus bertumbuh yang mampu membeli kualitas. Ini adalah perubahan yang mengguncang. Dengan total jumlah penduduk lebih dari 2 milyar jiwa di seantero Brazil, China, India, dan Indonesia, pasar domestik specialty coffee di seluruh sabuk penanam kopi tumbuh sangat pesat.

Adanya transparansi pada rantai pasokan bukanlah pergeseran radikal di dunia kopi. Ini adalah langkah yang masuk akal sesudah Gelombang Kopi Ketiga. Ketika kita menjalankan usaha penyangraian specialty coffee skala kecil di San Fransisco, Melbourne, atau Amsterdam, menyempatkan diri mengunjungi perkebunan kopi di negara penanam kopi manapun selama beberapa hari seharusnya menjadi pembelajaran marketing dan jeda dari rutinitas; baik bila dilakukan, namun tidak mengguncang dunia.

Photo: Ming Chi Yang

Ketika kita menjalankan usaha penyangraian, misalnya di Indonesia, dan dapat mengolah kopi yang kita panen karena kita bisa, karena kita tinggal hanya satu jam dari perkebunan, ini adalah awal segala sesuatu menjadi lebih menarik. Ketika produk kita telah memiliki pasar lokal berkat jaringan pengecer atau jaringan distribusi penyangraian skala besar, maka hal ini menjadi lebih memikat. Ketika harga biji kopi mentah yang telah diolah menjadi cukup tinggi di pasar domestik sehingga ekspor tak lagi diperlukan, maka para penyangrai di Amerika, Belanda, atau Australia tidak lagi bisa membeli produk kita karena kita tidak lagi mengekspor. Kalikan skenario ini beribu kali, dan kita akan mendapatkan orang-orang di negara penanam kopi tidak hanya menikmati kopi yang lebih menarik, namun juga berkualitas tinggi, yang kelak bila sampai ke pasar ekspor akan berharga premium.

Gelombang Kopi Keempat berfokus pada kopi sebagai agen perubahan. Dengan memanfatkan media sosial, yang awalnya merupakan kerugian bagi para petani di wilayah terpencil, kini berbalik menjadi positif. Para petani di pegunungan terpencil di Sulawesi, Ethiopia, dan Columbia, kini dapat bercakap-cakap lewat dunia maya dengan para barista di Boston, Paris, dan St. Petersburg.

Photo: Ricky Vernandes Setiady

Pengetahuan kopi regional kini meluas ke komunitas global melalui berbagai platform di Internet, sembari membawa kepentingan komunitas lokal ke tataran forum dunia. Gagasan-gagasan Gelombang Keempat dipantulkan kembali ke negara penikmat kopi Gelombang Ketiga melalui kesadaran akan adanya isu yang lebih besar, yang berdampak pada para penghasil kopi. Teknologi menghubungkan berbagai rumpun-rumpun kopi yang berbeda dan terpisah-pisah. Perbincangan yang berfokus pada perubahan iklim, praktik-praktik pertanian, kemiskinan, pengakuan asal usul kopi, pelestarian air, pengolahan, penentuan harga pasar, gaya penyeduhan dan rasa, membuat kopi menjadi perantara perubahan di masyarakat.

Gelombang Keempat adalah rangkaian gagasan Gelombang Ketiga saat ini, yang terjadi di negara penanam kopi, yang diterapkan secara kreatif dengan disiplin yang baru. Di sini, disuguhi kopi buatan barista yang mengolah biji kopi mentahnya sendiri sungguh sangat berbeda dengan disuguhi kopi yang hanya … hanya enak.

Pertama kali ditulis dan didiskusikan pada bulan Desember 2015.
Pertama kali diterbitkan pada bulan Agustus 2017

Translasi oleh DANIEL PRASETYO

RODNEY GLICK adalah salah satu tokoh Specialty Coffee terdepan di Indonesia. Ia merupakan Q- Grader berlisensi SCAA, salah seorang dari segelintir pengolah biji kopi mentah di Indonesia, penyangrai, barista, dan seniman kontemporer. Saat ini, Glick adalah Direktur Kopi di Seniman Industries, dan Kepala Bagian Inovasi di Karana Global, butik pengolah kopi skala mikro. Ia tinggal di Ubud, Bali, sambil menulis, berpikir, berbicara, membuat dan menikmati bercangkir-cangkir kopi – yang terbaik, tentunya!
*Garis Balik Utara (Tropic of Cancer) melintang sejajar dengan Garis Khatulistiwa dan merujuk pada negara-negara Belahan Utara bumi, seperti Meksiko, Mesir, dan Arab Saudi.
**Sebaliknya, Garis Balik Selatan (Tropic of Capricorn) merujuk pada negara-negara di Belahan Selatan bumi, seperti Brazil, Afrika Selatan, Madagaskar.

Coffee Conversation with Stanley Chien
Gayo adalah Putri

Share and Enjoy !

0Shares


Start typing and press Enter to search