Loading Post...

You have reached the bottom. Let’s shuffle the article!

Post Not Found

Kehidupan bertetangga dan kopi

 In Coffee Conversations

Seniman Coffee Resident: Rebeca Palupi – Minikino

 

Still foto ‘Babad Wingking Griya’

Awalnya saya mengira tidak akan terlalu tertarik dengan cerita sehari-hari. Namun, film ini mampu menjadi pemantik kenangan kehidupan bertetangga yang telah terjadi.

Adalah film fiksi komedi ‘Babad Wingking Griya’ yang artinya cerita lama halaman belakang rumah. Secara makro, film garapan Mauliya Maila ini menyoroti konflik perebutan lahan di tahun 2016. Jauh lebih dalam, film ini membahas dilema bertetangga. Mengisahkan dua ibu rumah tangga Minah dan Barokah yang tinggal bersebelahan. Masalah dimulai dengan berulangkali ayam milik Minah dinilai Barokah telah memasuki lahan belakang rumahnya hingga mengganggu kegiatan Barokah.

Saya kembali teringat kehidupan bertetangga ternyata tak selamanya penuh dengan amarah dan salah paham. Hubungannya memang terikat antara cinta dan benci. Dengan tetangga terdekatlah saya sering merasakan gesekan layaknya Minah dan Barokah. Namun, tidak bisa dipungkiri tetangga terdekat pula yang menjadi penolong terdepan. Merekalah yang pertama akan datang saat tenda duka maupun acara pernikahan digelar. Mereka yang akan duduk dibawah tenda duka njagongi  hingga malam dengan kacang dan secangkir kopi.

Rebeca dalam sesi ngobrol dengan publik di Singalong Coffee Session

Ngopi dan kehidupan bertetangga

Seperti putaran kocokan arisan, kehidupan yang saya kira acak ternyata sudah ditentukan dari awal oleh takdir. Masih tidak percaya bisa terlibat dengan program Residensi Minikino x Toko Seniman, saya belajar banyak dan bertemu teman-teman baru. Selama 6 hari di Denpasar, saya menonton berbagai film pendek dari program Indonesia Raja 2023 dan juga mencari kopi yang selaras dengan rasa dari film yang saya pilih. Saya belajar juga teknik cupping pada kopi. Bukan susah-susah gampang. Tapi, susah ternyata susah haha

Olah rasa dengan merangsang hampir semua indera membuat saya lebih terhanyut dengan film Babad Wingking Griya yang saya pilih dengan Decafe Coffee Seniman sebagai penguat rasa secara alur cerita maupun simbolis. Kopi yang saya pilih setelah bertukar pikiran dengan Kak Ayu.

Rebeca dan Ayu Mira (staff toko seniman) menonton film pendek

Sebagai penonton saya disuguhkan dengan pengalaman yang sangat erat dengan kehidupan sehari-hari yaitu lingkungan rumah saya. Saya dibawa merasakan bagaimana hidup bertetangga dalam kultur Jawa yang penuh rasa sungkan, tapi diam-diam memendam. Bagaimana perbedaan kebiasaan dan berperilaku antar bertetangga yang awalnya berusaha ditahan, tapi pasti suatu saat akan muncul ke permukaan. Meskipun sikap Barokah kerapkali terbuka menyampaikan rasa jengkel dan marah atas pergesekan yang ada, namun sisi emosi yang didahulukan daripada akar masalahnya, menyebabkan benih-benih pertengkaran terjadi, tanpa adanya penyelesaian.

Masalah perihal batas-batas wilayah halaman belakang, dapat dilihat bagaimana hubungan antar tetangga harus menjaga batas toleransi setiap individu. Setiap individu memiliki kapasitas tertentu dalam menoleransi hal-hal tertentu. Terlihat dalam adegan film bagaimana Barokah dan Minah memiliki kegiatan pagi yang berbeda. Barokah yang sibuk menjemur pakaian, namun sudah merasakan gesekan dengan kebiasaan Minah memelihara ayam. Di tengah menjemur baju, ayam-ayam mulai masuk pekarangan Barokah dan mengotori kain yang dijemurnya. Barokah merasa risih, tapi tetap bisa menjaga amarah. Batas toleransinya sudah habis saat ayam-ayam Minah mulai mengobrak-abrik kembang pala milik Barokah. Ini menjadi penyebab Barokah mulai melepaskan amarahnya pada tetangganya.

Baca juga: Apa itu kopi tanpa kafein?

Seperti rasa Decafe yang ringan mengingatkan pada hubungan bertetangga yang casual. Kemudian, rasa pahit dan asam yang ringan terus menempel hingga akhir, menguatkan kenangan kehidupan bertetangga dalam kultur Jawa yang saling sungkan, saling memendam rasa gemas, bahkan amarah. Lalu, perlahan ada kesan rasa manis yang sedikit timbul, berhasil memantik kenangan manis dengan tetangga.

Residensi eksperimental seperti ini merupakan hal yang benar-benar baru dan penuh tantangan. Bagaimana dua medium yang berbeda dapat hadir menjadi unsur yang menguatkan. Menemukan jembatan keselarasan antara dua medium yang berbeda, namun keduanya sama-sama mampu menghapus keterasingan menjadi keakraban. Hanya dengan film, orang-orang yang tak saling kenal bisa duduk berbincang seolah kawan lama. Hal ini pula dapat kita lihat orang-orang di warung kopi.

Rebeca meminum kopi sambil nonton film pendek

Baca juga: Memahami cerita kekerasan melalui film dan kopi.

Penulis merupakan salah satu dari empat peserta program Artist Residency kerja sama antara Seniman Residency dengan Minikino dan Mash Denpasar  yang dilaksanakan di Denpasar pada 6 Juni sampai 2 Juli. Selangkapnya tentang program ini, kunjungi: https://minikino.org/xtokoseniman/

Apa itu Seniman Coffee Residensi? Program ini mengajak para pegiat kopi, artis, designer, penulis, dll untuk melakukan eksplorasi tentang kopi. Peserta boleh memiliki background kopi maupun tidak. Cari tahu lebih lanjut di: Seniman Residency

Nonton dan Ngopi: Ngasak Cerita dari Ladang Kebudayaan
Memahami Cerita Kekerasan Melaui Film dan Kopi

Share and Enjoy !

0Shares


Leave a Comment

Start typing and press Enter to search